Postingan

Kamu

Untuk mencarimu di keramaian bukanlah hal yang sulit. Bukan karena wajahmu yang tampan, bukan pula karena tinggi badanmu yang menjulang, tapi karena kamu adalah kamu.

Semesta

" Lagian, Mars bukan tipe gue kok." ujarku santai. Mata Bulan membelalak lebar, "Jaga omongan lo! Biasanya justru kebalikan loh." kata Bulan sambil menyeruput sedikit minuman dihadapannya. "Gue sih, nggak masalah. Cuma, lo tau sendiri kalo Venus naksir Mars dari lama." Aku mengangguk kecil. Kemudian menatap layar ponselku yang baru saja mendapat pesan. Mars . Tanpa sadar kedua sudut bibirku tertarik ke atas. Bulan yang sedari tadi masih memperhatikanku pun mengangkat alisnya sebelah. "Itu siapa?" tanya Bulan sambil meraih ponselku. "bukan siapa-siapa."

Beda

"Eh, udah jam segini. Kita langsung kesana aja, nanti kamu telat, loh." ujar sang pria sambil bangkit dari tempat duduknya di kantin siang itu. Tangannya meraih sampah plastik bekas minuman mereka. Sang wanita melirik kearah jamnya, kemudian bangkit dan menepuk-nepuk pelan celananya. "Kamu disini aja, aku bisa kesana sendiri, kok." ujarnya. Namun justru sang pria menggeleng, "Nggak papa, aku kan sekalian ke ruang KMK. Ada rapat dadakan gitu. Maklum lah, lagi sibuk-sibuknya. Sebentar lagi ada acara retret, jadi anggota-anggota lama sibuk." ujarnya sambil membuang sampah ke tempatnya, kemudian menyamakan langkahnya dengan gadis itu. "Oh iya, berarti aku agak sore ya. Kamu nggak masalah kan, agak lama?" tanya pria tersebut. "Iya, nggak papa, kok." ujar gadis itu sambil tersenyum. "Lagian kan setelah ini aku ada kelas pengganti. Nanti kalo udah selesai, telepon aku aja." Sang pria mengangguk mengiyakan. Mereka berjalan

Spidol Biru

Aku duduk di bangku semen di ujung lapangan sambil tetap memegang spidol berwarna biru. Menunggu teman-temanku menghampiri dan memintaku menandatangani baju seragam putih mereka yang biasanya dikenakan dengan rapi setiap hari Senin. Bajuku sendiri sudah jauh dari kata bersih, penuh dengan tanda tangan, dan cat semprot dengan tulisan nama sekolah dan tahun kelulusanku. Namun tetap saja, aku menyisakan satu spot kecil di paling bawah bagian depan bajuku. Bahkan hanya dengan melihat teman-temanku setelah tiga tahun bersama, aku merasa tenang. Mataku terus memindai lapangan, menunggu seseorang, atau bahkan bisa kusebut dengan sahabatku datang. Aku sangat paham, biarpun jarum jam Danar bergerak sama dengan irama jam tanganku, tetap saja pria itu tidak pernah datang tepat waktu. Tidak ketika kami masih belajar di kelas. Walaupun rumahnya jauh lebih dekat daripada jarak rumahku dengan sekolah, tetap saja pria itu datang ke sekolah paling cepat sepuluh menit setelah bel masuk berbunyi. M

Pahit

Gadis itu diam-diam menangis dalam hati. Gadis itu sangat memahami bagaimana sosok nya dalam sudut pandang mu . Namun yang terjadi justru kamu tidak pernah dapat memahami diri nya . Justru kamu lah yang tidak mengerti perasaan nya . Meninggalkan nya sendirian dalam diam.

Rasanya

RASANYA ingin kembali lagi ke malam itu. Dimana aku bisa terus menatapmu dalam gelap, menyentuh setiap lekuk wajahmu, dan memelukmu hingga mentari kembali meninggi. Aku tidak pernah berpikir bahwa akhirnya akan jadi seperti ini. Menunggumu muncul di layar ponselku. Memang sih, salahku terlalu berharap pada orang sepertimu. Yang pergi secepat datangnya, sehingga tak ada seorangpun yang akan siap ketika kamu berpaling. Bukan, bahkan aku tak tahu apa kata yang pas dalam kalimat itu, karena kenapa harus ku gunakan kata berpaling, ketika kamu bahkan bukan milik ku? Tidak ketika kamu menoleh kebelakang dan berpindah tempat duduk ketika perjalanan pulang. Tidak ketika kamu bersandar pada pundakku sehingga aku dapat memainkan helai rambut halusmu. Tidak ketika aku menatap mata hitammu. Tidak, kamu bukan milikku, bahkan tak pernah terucap satu kata suka dari bibirmu. Aku bodoh kala itu. Karena membalasmu ketika pertama kali kamu muncul di layar ponselku. Rasanya ingin kembali ke w